Senin, 18 Oktober 2010

Makanan Halal dan Baik, yang bagaimanakah?

Sekedar mengingat saat puasa, kita diharamkan pada siang hari makan makanan yang halal sekalipun. Di bulan-bulan yang lain, kita diperintahkan di dalam al Qur’an untuk memakan makanan yang halal dan baik.
Sebagaimana kita tahu, bahwa Allah SWT mengajarkan kita untuk makan makanan yang halal dan baik, sebagaimana kutipan berikut:
2:168. Wahai manusia, makanlah apa yang di bumi, yang halal dan baik, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan; ia adalah musuh yang nyata bagi kamu.
5:88. Makanlah daripada apa yang Allah merezekikan kamu, yang halal dan baik; dan takutilah Allah, yang kepada-Nya kamu orang-orang mukmin.
8:69. Makanlah daripada apa yang kamu ambil sebagai rampasan perang, yang halal, yang baik; dan kamu takutilah Allah; sesungguhnya Allah Pengampun, Pengasih.
16:114. Maka makanlah daripada apa yang Allah merezekikan kamu, yang halal, yang baik; dan berterimakasihlah atas rahmat Allah, jika Dia kamu sembah.
Makanan halal menurut kami bisa dibagi 2 macam, yaitu menurut Fisik(dzat)nya dan menurut sebab musababnya. Demikian juga makanan yang baik: baik menurut dzat-nya dan baik menurut asal-usulnya. Tulisan ini akan dibagi menjadi 4 bagian menurut klasifikasi tersebut, Insya Allah.
1. Halal menurut Fisik
Memang benar, makanan halal adalah yang NOT haram. Haram karena fisik-nya dalil-nya sangat jelas, di Quran, hadits2 Nabi SAW, dan literatur-literatur fikh. Contohnya:
[2:173] Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan masih ada lagi. Inilah yang kita pelajari dari pelajaran agama SD sampai SMA.
Ada satu kriteria lagi, yaitu subhat. Subhat adalah hal-hal yang meragukan, tidak jelas halal atau haram. Contoh: bekicot, dll. Nabi S.A.W. bersabda :
” Sesungguhnya yang HALAL itu jelas dan yang HARAM itu jelas. Diantara keduanya ada perkara yang SYUBHAT yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barang siapa yang menjaga dari yang syubhat, berarti dia telah menjaga din dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjerumus dalam syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Sebagaimana seorang pengembala yang mengembala di sekitar larangan, maka lambat lau akan masuk kedalamnya. Ketahuilah bahwa setiap pemerintah memiliki daerah larangan. Adapun daerah larangan Allah adalah apa yang diharamkan- Nya.” (HR.Bukhari & Muslim)
Kalau sebelumnya hanya ada dua kriteria, logika-nya digital(haram-halal, 0 – 1), sekarang ada 3 (tiga) kriteria, haram-subhat-halal (0 – 0.5 – 1). Logika-nya pun skr pakai Fuzzy.
Jelas bahwa kita disuruh menjauhi yang subhat. Berarti halal di sini adalah yang NOT haram, AND NOT subhat.
Halal menurut fisik pun sebenarnya memiliki derajat kehalalan yang tidak sama. Sebagai contoh, dulu sewaktu di negeri orang saya pernah diajak sama teman ke kios daging di luar kota. Di sana dagingnya halal katanya. Saya tanya, lha di supermarket sini apa nggak halal. Dia jawab, halal juga berdasarkan dalil (5:5), tetapi yang di sana sangat halal. Nanti kalau di sana habis kita baru beli di sini, katanya. Jadi, kalau kita ingin Fuzzy-nya lebih halus/banyak lagi masih bisa.
2. Halal karena asal-usulnya (cara memperoleh).
Makanan halal selain harus halal dzat-nya, juga harus diperoleh dari rejeki yang halal. Walaupun suatu makanan halal menurut dzat-nya, tetapi menjadi haram jika didapat dari harta yang haram.
Sepanjang yang saya ketahui(boleh ditambahkan), harta menjadi haram jika didapatkan dengan merugikan pihak/orang lain, baik pihak yang dirugikan tersebut mengetahui ataupun tidak. Orang lain di sini bisa person ataupun umum/banyak. Ada bermacam-macam hal yang dapat merugikan orang lain, seperti mencuri, merampok, menipu, judi, dan lain sebagainya.
Contoh kecil: mencuri. Beberapa waktu yang lalu sarden saya diembat sama roomate (teman sekamar). Memang dalam bulan puasa ini saya beli sarden ekstra banyak. Tidak ada warung (halal) buka di waktu Maghrib di dekat sini, apalagi waktu sahur. Pada waktu itu saya hanya nggrundhel saja karena walaupun roomate, tetapi hanya sekali-sekali saja ketemu. Untunglah pass ketemu, dia bilang dan mengganti, dan saya kemudian mengikhlaskan. Selama saya belum ikhlas, saya kira sarden itu haram buat dia, walaupun di situ tertulis halal. Masih banyak contoh lain: ngembat mangga tetangga, dll.
Merugikan orang banyak, jelas rejeki yang diperoleh pun menjadi haram. Korupsi, suap adalah contoh besar yang melibatkan orang besar. Contoh lain: Kalau ada orang jualan (PKL) memakai sarana jalan umum, kemudian orang yang lewat situ merasa terganggu/dirugikan, maka rejeki yang dia peroleh pun menjadi tidak halal. Bisa dihitung pakai Fuzzy, jika orang yg lewat situ 75% terganggu, maka rejeki yang dihasilkan 75% haram, misalnya. Kalau melihat ini, alangkah banyaknya orang-orang sekitar kita yang memakan harta haram. Mencuri listrik, mencuri kabel, dlsb.
Saya jadi teringat ajaran berikut (saya lupa ini hadits atau atsar):
Ketika seorang hamba dihisab tentang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya.
Lantas bagaimana kalau kita tidak sadar/tahu bahwa kita merugikan orang lain. Bisa saja kan. Cara mengatasi adalah dengan menyedekahkan sebagian harta kita untuk fakir miskin. Semoga dengan demikian harta yang kita punya menjadi bersih (halal) dan Allah SWT meridloi kita…amien. Ada beberapa hadits/dalil untuk ini (maaf saya tidak hapal). Zakat sudah pasti jika sudah melewati nisab, tetapi zakat berbeda dengan sedekah.
Tambahan: Pada rejeki halal-haram ini berlaku peribahasa: Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Untk itulah kita kadang-kadang harus berhati-hati memilih warung makan, atau harus memelototi ingridients suatu makanan kaleng.
3. Makanan baik menurut fisik-nya.
Menurut hemat kami, banyak kriteria untuk makanan yang baik menurut fisik. Semuanya berkaitan dengan lahiriahnya. Saya setuju dengan pendapat bahwa makanan yang baik adalah pada intinya tidak menimbulkan efek buruk bagi orang yang memakannya, bahkan membawa efek yang baik (seperti menyehatkan badan).
Kalau kita ungkap satu persatu mungkin akan banyak sekali kriteria,
a. Bergizi, semakin bergizi semakin baik. Ahli gizi/nutrisi yang dapat menerangkan ini secara detail.
b. Tidak mengandung dzat berbahaya, spt pewarna, pengawet (yg berbahaya seperti formalin, borax), dsb. Waspadalah kalau jajan sembarangan. Bakso-nya sih enak, tapi kalau ada formalinnya (itu lho.. bahan kimia untuk mengawetkan mayat) resiko ditanggung sendiri.
c. Bersih, semakin bersih semakin baik. Kadang kalau jajan sembarangan kebersihan tidak dijaga. Coba saja lihat dapurnya.
d. Enaaak, Semakin enak semakin …hhmm. Siapa sih yang nggak suka makan enak. Mungkin suatu saat nanti beredar pil gizi, pil yang mengandung gizi yang lengkap sehingga kita tidak perlu repot2 makan (Seperti konon pil ini dimakan oleh para astronout). Menurut saya pil seperti itu bukan termasuk makanan yang baik, karena … tidak enak.
e. Secukupnya. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Makan yang sampai kekenyangan justru menjadi tidak baik. Kebutuhan gizi tubuh kita sudah ada porsinya, sehingga kelebihannya pasti dibuang lagi. Selain itu malahmenyebabkan kita tidak sehat. Kalau efek langsung yang pasti… sakit perut. Rasul SAW dalam salah satu haditsnya, bahwa beliau tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.
f. DLSB.
4. Makanan yang baik menurut sebab-musababnya.
Mungkin tidak hanya menurut sebab-musabab atau asal-usul, tetapi keseluruhan proses. Lebih tepatnya adalah makanan yang baik secara batiniah, atau istilahnya berkah.
Makanan yang baik/berkah cukup sulit menerangkannya. Hanya Allah SWT sajalah yang menentukan derajat keberkahan suatu makanan/rejeki. Ada banyak hal yang menyebabkan makanan menjadi berkah atau tidak berkah. Berkahnya suatu makanan dapat kita tandai. Jika kita merasa lebih tentram, lebih dekat kepada Allah SWT, orang lain juga merasa senang, maka itu merupakan tanda-tanda bahwa makanan kita berkah.
Seseorang yang makan tetapi prosesnya mengganggu orang lain dapat menyebabkan makanan yang dimakan tidak baik, walaupun secara lahiriah bergizi dan enak. Contoh: Mungkin kita pernah punya teman kost pelupa atau bahkan ndableg. Kalau mau makan suka pinjam panci, rice cooker, dll, tetapi malas mencuci. Dia makan enak, temannya yang disuruh cuci-cuci. Memang makanannya halal bersih, tetapi karena disertai dengan omelan temannya maka makanannya menjadi tidak baik/berkah. Memang tidak sampai merugikan (mencuri, menipu, dll), hanya mengganggu saja. Ini sudah cukup untuk mengurangi derajat baik suatu rejeki/makanan.
Contoh lain: Sekarang banyak sekali pengamen di jalan. Mereka mendapat rejeki dengan cara minta-minta/mengamen. Kadang pengendara jalan merasa terganggu dengan adanya pengamen itu. Hal ini mengurangi derajat baik-nya.
Saya kira untuk supaya suatu makanan menjadi baik/berkah, cara terbaik adalah dengan mencontoh sunnah Nabi SAW tentang makanan dan cara makan beliau. Ada banyak sunnah Rasul SAW, di antaranya adalah:
* Rasul SAW sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan.
* Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
* Memberikan sebagian makanan kepada tetangga terdekat.
* Dan masih banyak lagi.
Makanan yang halal jika kita makan menyebabkan kita cenderung untuk berbuat baik, entheng beribadah, dan doanya dikabulkan Allah SWT. Makanan yang baik menyebabkan kita sehat, bersemangat. Jika anak-anak kita makan yang halal lagi baik, mereka akan menjadi anak yang patuh, bertakwa, cerdas, tidak menyusahkan orang tua, dsb.
Jika pada saat puasa, makanan yang halal dan baik pun dilarang untuk dimakan dari fajar sampai menjelang maghrib, semoga di saat hari-hari biasa, kita hanya memakan makanan yang baik dan halal saja. Amien..amien..amien.
wallahu alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar